Click here for Myspace Layouts

My blog


Click here for Myspace Layouts

Kamis, 04 Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam upaya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dikembangkan berbagai ilmu dasar, khususnya matemátika. Sejalan dengan itu tujuan pembelajaran matemátika yang tertuang dalam Standar Kompetensi Lulusan ( SKL ) oleh Pemerintah melalui Permen 23 Tahun 2006 untuk mata pelajaran matematika adalah :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat , efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dengan demikian pengembangan kurikulum matematika di tingkat satuan pendidikan haruslah relevan kecenderungan pembelajaran matematika saat ini dan mengakomodir standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan pemerintah.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, diperlukan suatu metoda dan pendekatan. Penggunaan metoda dan pendekatan yang tepat akan mengefektifkan kegiatan belajar mengajar siswa dalam memahami suatu konsep. Dengan demikian kualitas proses pembelajaran dan prestasi siswa dapat meningkat. Pada dasarnya metoda dan pendekatan tersebut tertumpu pada dua hal, yaitu:
1. Optimalisasi interaksi antar semua elemen pembelajaran, yaitu guru, siswa dan media.
2. Optimalisasi keikutsertaan seluruh kemampuan siswa meliputi panca indera, nalar, rasa dan karsa.
Optimalisasi yang dikehendaki dapat dicapai dengan penerapan dan pemaduan berbagai metoda secara tepat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa tidak ada satu metode pun yang tidak memiliki kelemahan. Kreativitas guru tetap diperlukan untuk memilih metode yang sekiranya cocok dengan bahan atau materi yang akan diajarkan.
Dalam proses belajar mengajar, keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari dalam diri seseorang, seperti : kemauan, motivasi, perasaan dan keadaan pribadi. Sedang faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar diri seseorang yang dikenakan terhadapnya, seperti : lingkungan, materi, metode atau pendekatan mengajar, sarana dan prasarana.
Dari faktor-faktor tersebut motivasi merupakan kunci keberhasilan seseorang. Karena itu seorang guru dalam proses belajar mengajar harus mampu memilih metode dan pendekatan yang tepat, sehingga dengan metode tersebut dapat menimbulkan motivasi dalam diri siswa. Apabila para siswa memiliki motivasi, maka siswa belajar dengan senang dan dengan demikian mengajar jadi menyenangkan. Pada umumnya siswa merasa kesulitan bila matematika disajikan dalam bentuk aturan-aturan dan rumu-rumus. Siswa akan lebih tertarik bila matematika diterangkan dengan pendekatan nyata ( realistik) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hal ini terasa lebih bermakna dan bermanfaat bagi mereka.
Kebanyakan proses pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Salah satu faktor penyebab rendahnya pengertian siswa terhadap konsep-konsep matematika adalah pola pembelajaran konvensional tersebut. Pembelajaran matematika di Indonesia dewasa ini, “dunia nyata” hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang mematematisasi “dunia nyata”. Bila dalam pembelajaran di kelas, pengalaman anak sehari-hari dijadikan inspirasi penemuan dan pengkonstruksian konsep(pematematisasian pengalaman sehari-hari) dan mengaplikasikan kembali ke “dunia nyata” maka anak akan mengerti konsep dan dapat melihat manfaat matematika.( I Gusti Putu Suharta, 2001)
Pokok bahasan Sistem Persamaan linear dua variabel adalah bagian dari aljabar yang mempelajari tentang bagaimana menemukan nilai variabel-variabel yang ada dalam sistem persamaan linear tersebut. Dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : eliminasi, substitusi, grafik dan gabungan eliminasi dan substitusi. Dari pengalaman peneliti beberapa tahun ke belakang, yang mengajarkan materi ini secara konvensional menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Baik dalam proses pembelajaran maupun hasil ulangan. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang motivasi dalam mengikuti pembelajaran. Indikasi bahwa siswa kurang termotivasi diantaranya adalah kurang perhatian, siswa sering mengobrol dengan temannya ketika sedang diterangkan materi tersebut. Hal itu berakibat pada pemahaman siswa yang kurang maksimal dan pada akhirnya mempengaruhi pencapaian nilai hasil ulangannya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka perlu adanya perubahan metoda dalam pembelajaran. Metoda yang dipilih adalah pendekatan matematika realistik.Hal tersebut dapat dipahami dengan mudah apabila siswa diterangkan melalui hal-hal yang nyata dalam kehidupannya sehari-hari. Siswa tentu akan tertarik dan timbul motivasi belajarnya karena yang dipelajari bukan sekedar rumus-rumus tapi sudah menyangkut kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian pembelajaran akan terasa mudah dilakukan dan ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus hasil belajar siswa.
Dengan gagasan itulah diajukan penelitian tindakan kelas dengan judul : Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di depan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Apakah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika
2. memberi masukan bagi guru bahwa pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dapat diberikan dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik sehingga memudahkan bagi guru untuk membimbing dan mengarahkan siswa dalam memahami konsep matematika..
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Siswa :
a. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika.
b. Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel.
2. Guru
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi guru dalam meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. KAJIAN TEORI
1. Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih experience or study baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru ( Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb ) supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )
Sedangkan menurut Hilgard dan Bower ( Fudyartanto, 2002), belajar ( to learn) memiliki arti : 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of through; 2) to fix in the mind or memory; memorize; 3) to acquire through experience; 4) to become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Definisi etimologis di atas mungkin sangat singkat dan sederhana, sehingga masih diperlukan penjelasan terminologis mengenai definisi belajar yng lebih mendalam. Dalam hal ini banyak, banyak ahli yang mengemukakan pengertian belajar. Pertama, Cronbach (1954). Menurut Cronbach, “ Learning is shown by change in behavior as result of experience”. Belajar yang baik adalah melalui pengalaman. Dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh pancaindranya. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spears (1955), yang menyatakan bahwa “ Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”.
Kedua, Morgan dan kawan-kawan (1986) yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Pernyataan Morgan dan kawan-kawan ini senada dengan apa yang dikemukakan para ahli yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang. Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan genetik atau respons secara alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisma yang bersifat temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya. Melainkan perubahan dalam pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari semuanya (Soekamto dan Winataputrra, 1997).
Seperti halnya para ahli yang menekankan pengalamandan latihan sebagai mediasi bagi kegiatan belajar, Woolfolk (1995) juga menyatakan bahwa “ Learning occurs when experience causes a relatively permanent change in an individual’s knowledge or behavior”. Disengaja atau tidak, perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa saja ke arah yang lebih baik atau malah sebaliknya, ke arah yang salah. Yang jelas, kualitas belajar seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperolehnya saat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, kadang belajar itu menghasilkan perubahan yang sederhana, tapi juga kadang menghasilkan perubahan yang kompleks.
Dari berbagai definisi di atas, kita dapat menemukan kesamaan-kesamaan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli psikologi maupun ahli pendidikan. Bedanya, ahli psikologi memandang belajar sebagai perubahan yang dapat dilihat dan tidak peduli apakah hasil belajar tersebut menghambat atau tidak menghambat proses adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-kebutuhan dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan para ahli pendidikan memandang bahwa belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Dengan demikian, terlihat bahwa para ahli psikologi lebih netral dalam memandang perubahan yang terjadi akibat adanya proses belajar, tidak peduli apakah positif atau negatif. Sedangkan para ahli pendidik memandang perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan positif yang ingin dicapai ( Esa Nur Wahyuni, 2007).
Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang diberikan oleh guru agar siswa dapat dan mampu menguasai apa yang telah diterimanya dalam hal ini adalah pelajaran Matematika.
2. Hakekat Belajar Matematika
Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga pendidikan formal. Dalam dunia pendidikan sekarang ini menganggap bahwa belajar sebagai suatu proses dimana menyebabkan perubahan-perubahan tingkahlaku berkat pengalaman dan latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, yang dikutip oleh Purwanto dalam Tati Andriyati (2006:8), sebagai berikut :
a. Hilgard dan Bower mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
b. Morgan mengemukakan, belajar adalah setiap yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Matematika adalah merupakan ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal tersebut. Untuk dapat memahami struktur dan hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep dan struktur (Karso,1998:40).
Dalam Mempelajari matematika perlu diketahui karakteristik matematika. Menurut Hudoyo dalam Roslina (2005:15) karakteristik yang dimaksud antara lain
1) Dalam matematika banyak kesepakatan dan penalaran
2) Sangat dipertahankan adanya konsistensi atau taat asas,
3) Obyek matematika bersifat abstrak,
4) Susunan atau struktur matematika bersifat hirarkis,
5) Penalaran dalam matematika bersifat deduktif atau aksiomatik
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek matematika sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan.

3. Pendekatan Pembelajaran Matematika realistik
Menurut Suherman (2001:7), pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Salah satu pendekatan yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam pengalaman sehari-hari adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya berangkat dari aktifitas manusia karena Mathematics is a human activity (Suherman,2001:128).Dalam pendekatan matematika realistik dikenal dua jenis matematisasi yang diformulasikan oleh Treffers (dalam Zainurie, 2007:3) yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Contoh matematisasi horizontal adalah: pengidentifikasian, perumusan, pemvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda dan pentransformasian masalah dalam dunia real ke dalam masalah matematik. Matematika dalam tingkat ini disebut matematika informal. Adapun contoh matematisasi vertikal adalah:representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian. Menurut Zulkardi (dalam Kania, 2006:19), pendekatan matematika realistik memiliki lima karakteristik, yaitu:
a. The use of context (penggunaan konteks),
b. The use of models (penggunaan model),
c. The use of students own production and construction ( penggunaan kontribusi dari siswa sendiri),
d. The interactive character of teaching process (interaktifitas dalam proses pengajaran,dan
e. The interviewments of various learning strands (terintegrasi dengan berbagai topic pengajaran lainnya. Kelima karakteristik pembelajaran menurut filosofi realistik inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran matematika. Meskipun kelima karakteristik tersebut menjadi acuan dalam pengembangan pembelajaran matematika, namun dalam desain pembelajaran kadang-kadang tidak semua prinsip itu dimunculkan.
Sementara itu pendidikan Matematika Realistik mencerminkan pandangan matematika tertentu mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Pandangan itu tercermin pada 6 prinsip, yang diturunkan dari 5 kaidah yang dikemukakan Traffers ( 1987) yaitu ekplorasi fenomonologis menggunakan konteks, menjembatani dengan menggunakan instrumen vertikal, konstruksi dan produksi oleh pebelajar sendiri, pembelajaran interaktif, dan jalur-jalur belajar yang saling menjalin.
Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut, maka keenam prinsip yang merupakan karakteristik pendidikan matematika realistik akan dipaparkan sebagai berikut :
a. Prinsip Kegiatan
Siswa harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam proses pengembangan seluruh perangkat perkakas dan wawasan matematis sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan situasi masalah yang memungkinkan ia membentuk bagian-bagian masalah tersebut dan mengembangkan secara bertahap algoritma, misalnya cara mengalikan dan membagai berdasarkan cara kerja nonformal.
b. Prinsip Nyata
Matematika realistik harus memungkinkan siswa dapat menerapkan pemahaman matematika dan perkakas matematikanya untuk memecahkan masalah. Siswa harus mempelajari matematika sedemikian hingga bermanfaat dan dapat diterapkan untuk memecahkan masalah sesungguhnya dalam kehidupan. Hanya dalam konteks pemecahan masalah siswa dapat mengembangkan perkakas matematis dan pemahaman matematis.
c. Prinsip bertahap
Belajar matematika artinya siswa harus melalui berbagai tahap pemahaman, yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan informal yang berhubungan dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap hubungan langsung dan pembuatan bagan; yang selanjutnya pada perolehan wawasan tentang prinsip-prinsip yang mendasari dan kearifan untuk memperluas hubungan tersebut. Kondisi untuk sampai tahap berikutnya tercermin pada kemampuan yang ditunjukkan pada kegiatan yang dilakukan. Refleksi ini dapat ditunjukka melalui interaksi. Kekuatan prinsip tahap ini yaitu dapat membimbing pertumbuhan pemahaman matematika siswa dan mengarahkan hubungan longitudinal dalam kurikulum matematika.
d. Prinsip saling menjalin
Prinsip saling menjalin ini ditemukan pada setiap jalur matematika, misalnya antar topik-topik seperti kesadaran akan bilangan, mental aritmatika, perkiraan ( estimasi ), dan logaritma.
e. Prinsip interaksi
Dalam matematika realistik belajar matematika dipandang sebagai kegiatan sosial. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan bagi para siswa untuk saling berbagi strategi dan penemuan mereka. Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain dan mendiskusikan temuan ini, isiswa mendapatkan ide untuk memperbaiki strateginya. Lagi pula interaksi dapat menghasilkan refleksi yang memungkinkan siswa maraih tahap pemahaman yang lebih tinggi.
f. Prinsip bimbingan
Pengajar maupun program pendidikann mempunyai peranan terpenting dalam mengarahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan. Mereka mengendalikan proses pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari sehingga menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan. Siswa memerlukan kesempatan untuk membentuk wawasan dan perkakas matematisnya sendiri, karena itu pengajar harus memberikan lingkungan pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses tersebut. Artinya mereka harus dapat memprediksikan bila dan bagaimana mereka dapat mengantisipasi pemahaman dan ketrampilan siswa untuk mengarahkannya mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun sintak implementasi matematika realisistik adalah :
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Guru memberikan siswa masalah kontekstual Siswa secarasendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi kecil
Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif. Siswa memikirkan strategi yang efektif untuk memberikan jawaban.
Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka. Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok menyelesaikan masalah tersebut.
Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya. Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.
Guru mengenalkan istilah konsep. Siswa merumuskam bentuk matematika formal.
Guru memberikan tugas di rumah, yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita serta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal. Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru.






B. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

















Gambar 2.1
Alur Kerangka Berpikir

Kondisi awal prestasi siswa sebelum menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah rendah. Kemudian pada tahap berikutnya guru melakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya motivasi dan prestasi siswa.. Pada tahap siklus I guru melakukan pembelajaran dengan menggunakan metoda pendekatan matematika realistik. Pada siklus I ini semua kegiatan dicatat, baik kegiatan guru maupun kegiatan siswa. Disamping itu dicatat pula tentang kondisi dan suasana belajar. Selanjutnya guru bersama pengamat mendiskusikan tentang proses pembelajaran yang baru saja dilakukan. Bila ada yang perlu diperbaiki, maka hal itu dilakukan pada Siklus II. Dari hasil pengamatan siklus I dan siklus II ternyata ada peningkatan motivasi belajar dan prestasi siswa, dalam hal ini peningkatan dalam kemampuan menyelesaikan sistem persamaan linear dengan dua variabel
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kerangka berpikir dan kajian teori dapat dinyatakan hipotesis penelitian ini yaitu :
“Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dapat meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan sistem Persamaan Linear Dua Variabel.”

KUNJUNGAN KE RECSAM - MALAYSIA

KUNJUNGAN KE RECSAM - MALAYSIA
didepan gedung Institut perguruan persekutuan Penang

Pengunjung

siapa yang mengunjungiku ?

Pengunjung blogku

--************CODE GEOCOUNTER************-->

lihat ini

Mari belajar matematika ceria

Mari belajar matematika ceria
mr coni setyadi,S.Pd

My visitor real time

Akhir Workshop di Recsam

Akhir Workshop di Recsam
Jubah kebesaran Participants of Recsam education